Test CPNS Subulussalam : Permasalahan Calo dan Putra Daerah

30 11 2008

Ratusan pendaftar CPNS, Senin (24/11), memadati Kantor Walikota Subulussalam. Mereka menyerahkan berkas surat lamaran menyusul dibukanya penerimaan pegawai di wilayah itu. Di sisi lain, disinyalir calo PNS yang mengaku bisa meluluskan peserta mulai memburu para pencari kerja.

Pantauan Serambi, kemarin, aktivitas di kantor walikota fokus menangani para pendaftar CPNS. Panitia membagi tempat pendaftaran disesuaikan formasi lowongan yang tersedia. Para pelamar bukan hanya berasal dari Subulussalam atau Aceh Singkil, tetapi dari Aceh Selatan, Abdya, Aceh Tenggara dan Gayo Lues, melamar. Malah sejumlah warga Sumatera Utara seperti, Dairi, Pakpak Bharat dan Tanah Karo adu nasib dan mengisi jatah 401 CPNS di Pemko Subulussalam. Sejumlah kalangan berharap, pelaksanaan tes CPNSD di daerah ini bisa berjalan secara baik tanpa unsur permainan.

Utamakan Putra Daerah

Proses rekruitmen CPNS saat ini mulai dikhawatirkan akan dimanfaatkan calo yang menyatakan sanggup meloloskan pelamar dengan syarat memberikan uang.

Seorang warga Subulussalam, Safran, mengatakan adiknya nyaris tertipu seorang calo yang mengiming-imingi dapat meluluskan menjadi PNS. Calo meyakinkan calon korban dan mengaku dekat dengan pejabat di Pemko Subulussalam. Demi kepentingan ini pelaku menyatakan siap memberikan nomor rekening khusus. Tapi, adiknya beruntung bisa menggagalkan upaya percaloan tersebut.

Perekrutan CPNS tanpa unsur KKN disuarakan anggota DPRA, H Muslim Ayub. Anggota dewan asal Subulussalam ini menilai, penerimaan CPNS rawan manipulasi, korupsi, pungli dan nepotisme. Malah, rumor yang berkembang bagi yang ingin lulus diminta uang yang berkisar antara Rp 60-100 juta perorang. Sinyalemen ini harus menjadi perhatian gubernur dan bila perlu pemeriksaan jawaban ujian dilakukan secara silang antar kabupaten dan kota. Begitupun kalau ada penyelenggara yang kedapatan menerima imbalan, maka oknum bersangkutan supaya diberhentikan secara tidak hormat.

Muslim Ayub menyarankan, dalam penerimaan CPNS, utamakan putra deaerah setempat. Alasannya selama ini CPNS luar daerah yang lulus baru dua tahun bertugas minta pindah ke lokasi lain. Upaya ini dilakukan melalui tangan koneksi dan kalau ini terus terjadi maka kapanpun kesinambungan PNS tidak pernah tercapai.

Kutipan : http://www.serambinews.com





Siswa SMK Aceh Magang di Malaysia

9 11 2008

praktek

Lagi, sebuah berita dan kegiatan yang memajukan pendidikan Aceh secara umumnya dan Kota Subulussalam secara khususnya. Sebanyak 50 siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari berabagai lembaga pendidikan menengah di seluruh Aceh mengikuti Program praktek kerja Industri (Prakerin) di Selangor, Malaysia. Program pemagangan siswa SMK Aceh di Malaysia dilaksanakan sebagai interpretasi sesuai perjanjian MoU antara German Malaysian Institute (GMI) yang berpusat di Selangor dengan Dinas Pendidikan Aceh, 25 Agustus 2008 yang lalu. Hal ini diutarakan Kepala Seksi Kurikulum DIkmen DInas Pendidikan Aceh, Drs. Laisani MSi pada SERAMBI NEWS.COM. Siswa yang bertolak ke Malaysia ini (6/11) terdiri dari 10 siswa jurusan mesin produksi, 10 siswa jurusan elektromatika, 10 siswa jurusan otomotif, 10 siswa tehnik las, 5 siswa jurusan metal handycraft (kerajinan logam), dan 5 siswa terakhir jurusan kecantikan.

50 siswa tersebut berasal dari Banda Aceh, Bireuen, Langsa, Aceh Besar, Pidie, Aceh Tengah, Aceh Barat, Lhokseumawe, Aceh Tamiang, Subulussalam, Aceh Barat Daya (Abdya), Bener Meriah, Aceh Jaya, Aceh Timur, Nagan Raya, dan Aceh Selatan. Mereka akan ditempatkan di berbagai perusahaan yang menjadi mitra GMI di Malaysia.

———————————

Membaca berita SERAMBI NEWS.COM ini penulis sangat berkesan dan mendapatkan pesan yang menggembirakan bagi dunia pendidikan di Aceh dan Subulussalam. Sebagaimana kita tahu, pendidikan di aceh luluh lantak disebabkan konflik berkepanjangan serta hampir menuju kehancuran akibat terjangan Tsunami (2004). Untuk itu, dengan adanya pelaksanaan perjanjian ini dapat menjadi basic awal kemajuan Aceh dalam pendidikan. Mudah-mudahan pendidikan di Aceh dan Subulussalam dapat melampaui atau minimal mengimbangi pendidikan di daerah lain. Terutama dengan Provinsi Sumatra Utara dikarenakan dengan provinsi inilah Aceh berbatasan secara langsung dan berdekatan secara geografis bahkan dengan Subulussalam hanya berjarak lebih kurang 300 Km.

Namun, penulis mohon maaf tidak dapat mengetahui siapa-siapa saja siswa SMK yang berasal dari Kota Subulussalam yang diterbangkan menuju Malaysia tersebut dikarenakan kurangnya mengenai informasi mengenai hal ini, dan juga disebabkan penulis tidak bisa mengunjungi SMK yang ada di Kota Subulussalam untuk dikonfirmasi karena penulis tidak berada di Subulussalam. Sebagai pemberitahuan pada pembaca, bahwa penulis masih menjalani perkuliahan di Pekanbaru. Bagaimanapun, kita berharap semua siswa SMK dari Subulussalam yang magang di Malaysia ini diharapkan sekembali dari Malaysia dapat membawa ilmu yang akan berdampak bagi pendidikan Subulussalam dan Kemajuan Kota Subulussalam secara Luas. Amin 🙂





Kota Subulussalam (Bumi Syekh Hamzah Fansuri)

2 11 2008

Kota Subulussalam dinilai layak menyandang gelar Bumi Syekh Hamzah Fansuri (nama seorang ulama monumental berkaliber internasional yang hidup pada permulaan abad ke 11 H – 17 M). Demikian rekomendasi Dewan Kesenian Aceh (DKA) dalam Rapat Kerja dan Musyawarah Syeikh Kesenian Tradisi se-Aceh, yang berlangsung di gedung DPR Kota Subulussalam (27 Oktober 2008). Untuk selengkapnya silahkan baca  SERAMBI NEWS.COM

Dengan hal ini, semakin sinkron Kota Subulussalam menjadi tanah kelahiran dan kebesaran ulama Sufi yang terkenal tersebut. Untuk itu, penulis ingin sedikit berbagi kepada pembaca sedikit riwayat tentang Syekh Hamzah Fansuri. Namun, penulis sulit mendapatkan berita/sejarah mengenai Ulama Sufi ini disebabkan para Sarjana/sejarawan kebanyakan berbeda pendapat tentang kelahirannya serta riwayat hidup Ulama yang bersangkutan.

Adapun mengenai riwayat hidupnya, para sarjana berbeda pendapat karena tidak diketahui secara pasti tempat dan kapan lahirnya, akan tetapi berdasarkan fakta sejarah yang ada, Hamzah Fansuri diperkirakan hidup pada medio abad ke-16 saat Aceh dibawah pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah Sayyidil Mukammil (997-1011 H/ 1589-1604 M). Dari nama belakangnya “Fansur” dapat kita ketahui bahwa ia berasal dari Barus, kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, daerah pesisir Barat pulau Sumatra itu bila diterjemahkan ke dalam bahasa Arab akan menjadi “Fansur”. Sebagaimana tertulis dalam syairnya “Burung Pingai”; Hamzah Fansuri di Negeri Melayu// Tempatnya kapur di dalam kayu// Asalnya manikam tiadakan layu// Dengan ilmu dunia di manakan payu. ‘Kapur’ ini sama maknanya dengan ‘Barus’. Dari sinilah tercipta kosa kata majemuk “kapur barus”.

Menurut Taufiq Ismail, dalam sastra Indonesia, yang cikal bakalnya adalah dari bahasa Melayu, posisi Hamzah Fansuri begitu urgensi karena dialah penyair pertama yang menulis bentuk syair dalam bahasa Melayu empat abad silam. Kontribusi besarnya bagi bahasa Melayu adalah fondasi awal yang dipancangkannya terhadap peranan bahasa Melayu sebagai bahasa keempat di dunia Islam sesudah bahasa Arab, Persia, dan Turki Utsmani.

Hamzah Fansuri banyak mendapat asupan ilmu di Zawiyah/Dayah Blang Pria Samudera/Pasai, Pusat Pendidikan Tinggi Islam yang dipimpin oleh Ulama Besar dari Persia, Syekh Al-Fansuri,  nenek moyangnya Hamzah. Kemudian Hamzah Fansuri mendirikan Pusat Pendidikan Islam di pantai Barat Tanah Aceh, yaitu Dayah Oboh di Rundeng, Subulussalam. Kedalaman ilmu yang dimiliki telah mengangkatnya ke tempat kedudukan tinggi dalam dunia sastra Nusantara. Oleh Prof Dr Naguib Al-Attas ia disebut “Jalaluddin Rumi”nya Kepulauan Nusantara, yang tidak terbawa oleh arus roda zaman. Ulama dan pujangga Islam Nusantara tersohor Hamzah Fansuri meninggal pada akhir pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam (1607-1636 M). Dimakamkan di kampung Oboh Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam di Hulu Sungai Singkil.

Peletakan Batu Pertama (Pembangunan Universitas Hamzah Fansuri)

buku

Dalam Rapat Kerja dan Musyawarah Syeikh Kesenian Tradisi se-Aceh, yang berlangsung di gedung DPR Kota Subulussalam tersebut (27 Oktober 2008) langsung dihadiri oleh Ketua DPR Aceh, Sayed Fuad Zakaria juga berkesempatan untuk meletakkan Batu Pertama Pembangunan Universitas Hamzah Fansuri di atas tanah seluas lima hectare, Desa Buluh Duri Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam. Ketua DPR Aceh Sayed Fuad Zakaria kemudian menandatangani prasasti pembangunan Universitas Hamzah Fansuri tersebut.

Sebuah berita yang membawa angin perubahan pada Kota Subulussalam dikarenakan diharapkan dengan adanya pembangunan Kampus ini, memberikan kemudahan bagi siswa-siswa SMU di seluruh Kota Subulussalam untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan mendapatkan perkuliahan yang berkualitas tanpa harus jauh meninggalkan Kota Subulussalam tercinta hanya untuk menjalani perkuliahan.

Sebagaimana kita tahu, mayoritas masyarakat/anak Kota Subulussalam apabila ingin kuliah(menjadi mahasiswa) harus dengan Rela meninggalkan kampung halaman tercinta ini demi pendidikan. Penulis sendiri merasakan hal ini (asli anak Subulussalam sekarang berada di Pekanbaru untuk menjalani perkuliahan). Memang, di Subulussalam sudah ada Universitas Abulyatama (Unaya), namun kurang efektif dikarenakan kampus ini bersifat Kelas Jauh/Paralel(Induk berada di Banda Aceh). Juga ada PGSD(Pendidikan Guru Sekolah Dasar) tetapi belum mampu menampung mahasiswa dalam jumlah banyak. Nah, untuk itu kedepannya diharapkan pembangunan Universitas Hamzah Fansuri ini dapat menjadi landasan dan tombak kemajuan Kota Subulussalam.