Kasus Sengketa Tanah Di Aceh Harus Segera Dituntaskan

29 01 2009

Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mempertanyakan sejumlah kasus sengketa kepemilikan tanah yang terjadi di Provinsi Aceh, karena sampai saat ini belum terselesaikan.

Seperti kasus tanah masyarakat dengan TNI di Meunasah Kulam Aceh Besar, kasus tanah masyarakat dengan TNI di Kelurahan Peuniti Banda Aceh, kasus tanah masyarakat dengan TNI di Suak Indrapuri Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, kasus tanah masyarakat dengan Pemda dan TNI di Kecamatan Mane Pidie.

Selanjutnya, kasus tanah masyarakat dengan Polri di Ie Jeurneh Trumon, Aceh Selatan, kasus tanah Blang Padang Banda Aceh dengan TNI, kasus tanah masyarakat Kutacane dengan Pemkab Aceh Tenggara, kasus tanah Pemda yang digarap oleh masyarakat di Aceh Tengah.

Sengketa tanah masyarakat dengan PT. Bumi Flora di Aceh Timur, sengketa tanah masyarakat dengan PT. Ubertraco di Aceh Singkil, sengketa tanah masyarakat dengan PT. Mitra di Subulussalam, sengketa tanah masyarakat dengan PT. Rundeng Putra Persada di Aceh Singkil.

Kemudian, sengketa tanah masyarakat dengan PT. Rundeng Nusantara di Kota Subulussalam, sengketa tanah masyarakat dengan PT. JBU di Aceh Singkil dan sengketa tanah masyarakat dengan PT. Sari Inti Rakyat di Suak Awe Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat serta kasus-kasus tanah lainnya.

“Terhadap kasus-kasus tanah itu baik kasus sengketa tanah antara masyarakat dengan TNI, Polri, Pemda maupun antara masyarakat dengan pemegang/calon HGU, agar Pemerintah Aceh lebih serius dan segera dapat menyelesaikan kasus/sengketa tersebut,” ujar Wakil Ketua Komisi A DPRA, Jamaluddin T Muku kepada wartawan di Banda Aceh, Jumat (23/1).

Dikatakan, Komisi A juga tidak henti-hentinya mempertanyakan sejauhmana penyelesaian yang telah dilakukan oleh Tim Fasilitasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan Tahun 2008 yang dibentuk gubernur.

Jalan di Tempat

“Kami melihat tim yang dibentuk tersebut tidak mengalami kemajuan yang berarti dan boleh dikatakan seperti jalan di tempat. Hal ini lebih diakibatkan karena tidak tersedianya dana untuk melakukan tindakan-tindakan nyata di lapangan. Oleh karena itu, Komisi A mengharapkan agar Pemerintah Aceh dan DPRA mengalokasikan dana untuk penyelesaian kasus-kasus tanah tersebut pada anggaran tahun 2009 ini,” harapnya.

Khusus terhadap tanah lapangan Blang Padang agar Pemerintah Aceh menyurati Pangdam Iskandar Muda untuk mencabut plang nama yang menyatakan bahwa tanah tersebut milik TNI, karena menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Komisi A juga menaruh apresiasi yang tinggi kepada Gubernur Aceh yang telah menyatakan pencabutan terhadap HGU-HGU yang bermasalah dan tidak akan memberikan HGU-HGU baru di beberapa kabupaten/kota di Aceh walaupun hal ini hanya sebatas pernyataan. Semestinya pernyataan-pernyataan tersebut ditindaklanjuti dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata.

Oleh karena itu, sekali lagi Komisi A meminta kepada gubernur agar sesegera mungkin menyelesaikan sengketa-sengketa tanah itu, segera merekomendasikan kepada menteri terkait untuk mencabut HGU-HGU yang bermasalah, menghentikan pemberian izin HGU-HGU yang baru di Aceh, merekomendasikan kepada BPN Aceh dan jajarannya tidak melakukan tindakan-tindakan kadastral yang dapat meresahkan dan merugikan masyarakat Aceh,” katanya.

Sumber : http://www.analisadaily.com





Gubernur Diminta Bangun Jalan ke Situs Sejarah Islam Dunia

29 01 2009

Warga Desa Oboh, Kec. Runding, Kota Subulussalam maupun para peziarah berharap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf agar menyisihkan dana otonomi khusus (Otsus) untuk membangun jalan mulus ke Makam Syech Hamzah Fansury situs sejarah Islam dunia di desa itu.

Demikian harapan Sukur Bancin, ketua Badan Permusyawaratan Gampung (BPG) Desa Oboh didampingi beberapa warga dan sejumlah pejiarah kepada Waspada baru-baru ini di komplek Makam keluarga Syech Hamzah Fansury. “Makam Syech Hamzah Fansury dan keluarga merupakan situs sejarah Islam dunia, khususnya perkembangan Islam Asia Tenggara,” kata Sukur tadi siang.

Sukur bersama rekanya membenarkan Desa Oboh salah satu desa terisolir di Subulussalam, karena hanya bisa ditempuh dengan jalur sungai. Meski jaraknya hanya 5 Km dari Pasar Runding, ibukota Kecamatan Runding, namun jalan darat yang pernah dibuka hingga saat ini tidak bisa dimanfaatkan. “Bila gubernur dapat menyahuti harapan kami, tentu besar manfaatnya, bukan hanya bagi warga sekitar melainkan makam ini sebagai situs sejarah akan mudah dikunjungi peziarah baik lokal, domestik maupun dunia,” tambah mereka. Pokoknya, bila sarana transportasi darat telah bagus hasil pertanian penduduk lebih mudah dipasarkan karena jalan mulus yang diangan-angankan mereka, dapat memperpendek jarak dan waktu tempuh dari dan ke Desa Oboh yang lebih dikenal dengan makam keramat Oboh.

Kasmer Berutu, 65 warga Desa Jontor, Kec. Penanggalan yang kebetulan melaksanakan niatnya berziarah ke Makam Syech Hamzah Fansury mendukung permohonan warga kepada Gubernur Irwandi agar membangun jalan mulus menuju makam ulama besar Aceh tersebut. “Kalau jalan sudah mulus ke sini para peziarah tentunya bertambah ramai berkunjung ke Makam Ulama besar Aceh ini,” sebut Kasmer.

Sementara Pemko Subulussalam terkesan lupa dengan kebesaran situs sejarah itu. Pasalnya, sejumlah pamflet terlihat masih tertulis Kab. Aceh Singkil, padahal desa itu bagian Kec. Runding dalam wilayah Kota Subulussalam.

Sumber : http://www.waspada.co.id





Badan Khusus Yang Menangani Bahu Jalan Perlu Ditinjau

27 01 2009

Untuk mencegah dan menghindari  Lakalantas (kecelakaan lalu lintas) khususnya yang diakibatkan bahu jalan yang tidak rata dengan permukaan aspal, perlu kiranya segera ditinjau untuk membentuk suatu badan khusus yang menanganinya.

Sehingga seluruh jalan jalan terutama jalan protokol akan tampak rapi serta dapat meminimalisir lakalantas yang diakibatkan kerusakan bahu jalan.
Demikian antara lain keterangan Kepala Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Kota Subulussalam Drs Hasanuddin baru baru ini kepada Global di kantornya Jalan Cut Nyak Dhien Subulussalam.

Hasanuddin mengatakan, bila badan itu dibentuk maka tugas pokoknya khusus menangani bahu jalan termasuk kebersihan parit dan jalan. “Coba Anda perhatikan, rata rata jalan raya di wilayah kita selain bahu jalan tidak rata, juga tepi aspal dipenuhi semak,” ungkap Hasanuddin.

Ia tidak menyangkal adanya suatu waktu perbaikan dan pembersihan jalan, namun menurutnya karena penanganannya tidak khusus dan rutin, sehingga jalan jalan tersebut tampak tidak terawat..

Sementara itu menyinggung tentang proyek provinsi yang tidak melibatkan kabupaten/kota termasuk proyek di jajarannya, Hasanuddin menyebutkan satu sisi akan mengurangi tugas-tugas yang diembannya, namun di sudut lain, terdapat sisi negatifnya. “Masa selaku tuan rumah tidak tau proyek apa yang ada di kampungnya, ini kan kurang etis,”  paparnya.

Makanya untuk tahun 2009 proyek-proyek seperti itu hendaknya melibatkan unsur kabupaten/kota sehingga antara provinsi dan kabupaten/kota akan terjalin kerjasama dan komunikasi yang baik demi kelancaran pembangunan. “Yakh, minimal siapa kontraktor dan berapa jumlah anggarannya kita ketahui,” pungkas Hasanuddin.

Sumber : http://www.harian-global.com





Dewan Tolak Pembangunan Pabrik Tapioka

27 01 2009

Usulan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disprindag) Kota Subulussalam untuk membangun pabrik Tapioka di daerah nampaknya tidak berjalan mulus. Buktinya komisi B DPRK Subulussalam yang membidangi perkebunan, pertanian, perindustrian dan peternakan menolak usulan dengan berbagai pertimbangan.

Penolakan usulan pembangunan pabrik tapioka yang dananya mencapai Rp.814 Juta lebih itu disampaikan ketua komisi B, Darwis Ibarhim. Dalam pembahasan RAPBK yang berlangsung, Jum’at (23/1) di Hotel Grand Mitra Subulussalam, Darwis menganjurkan, dinas berkoordinasi dengan pihak terkait seperti dinas pertanian sebelum merencanakan pabrik tersebut. Sehingga, ujar Darwis, dinas pertanian turut mendorong petani untuk membudidayakan singkong (ubi kayu) yang akan diproduksi. “Jangan asal bangun pabrik sementara bahan bakunya tidak ada” ujar darwis.

Darwis menambahkan, selain adanya koordinasi dengan pihak terkait termasuk kalangan legislatif, pembangunan pabrik tapioka juga perlu mempertimbangkan pemasaran. Disamping harus dilakukan studi kelayakan pembangunan proyek tersebut. “Jangan sampai petani sudah capek tapi tidak tahu memasarkan. Belum lagi masalah harganya apakah sesuai atau malah tak bernilai”, tegas politisi Demokrat itu. Ia menyatakan, akan tetap menolak usulan pembangunan pabrik dan menyarankan agar mengganti dengan dengan program lain yang menyentuh langsung kepada kepentingan masyarakat. Sikap tegas anggota dewan ini mendapat sambungan postif dari sejumlah kalangan masyarakat di Subulussalam. Pasalanya, selama ini program yang diusulkan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) kerap tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat. Bahkan tidak sedikit program pemerintah yang gagal total karna tidak sesuai dengan situasi di lapangan.

Salah satu bukti kegagalan berbagai program pertanian maupun perkebunan di daerah ini dimana pemda yang selalu terlena dengan kegiatan “Tanam Perdana dan Panen Perdana“. Padahal Pencanangan tersebut motivasi warga untuk bertani tetap tidak berubah.  “Program tak pernah jelas, pemerintah hanya berkutat pada kegiatan tanam perdana lantas panen perdana, dari tahun ke tahun itu-itu saja, padahal masyarakat yang bertani tetap tak berubah,” cetus seorang warga, Wilda Solin.

Sumber : http://www.serambinews.com





Pemko Subulussalam “Undang” Investor Bangun PMG

23 01 2009

Pemerintah Kota Subulussalam (Pemko) melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan Subulussalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) “mengundang” investor untuk membangun pabrik minyak goreng guna memenuhi kebutuhan masyarakat daerah itu.

“Semua investor yang datang akan kami fasilitasi, termasuk pembangunan pabrik minyak goring Kami juga mengundang investor Pabrik Kelapa Sawit (PKS) untuk menampung hasil perkebunan masyarakat daerah ini,?kata Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Ir. Faisal di Subulussalam, Kamis.

Dilihat dari luas areal perkebunan kelapa sawit di Pemko yang baru dimekarkan dari Kabupaten induknya Aceh Singkil tercatat 31.000 hektare dengan jumlah produksi rata-rata 500-700 Kg per-hektare atau sekitar 15-20 ribu ton sekali panen, dinilai cocok bagi pembangunan pabrik minyak goreng dan PKS.

“Jadi, dilihat dari segi luas perkebunannya dan jumlah produksi Tandan Buah Segar (TBS), agaknya sudah waktunya dibangun beberapa unit PKS dan pabrik minyak goreng di daerah ini. Makanya Pemko mengundang investor untuk menampung hasil produksi CPO,” katanya.

Upaya pengembangan perkebunan kelapa sawit masih dimungkinkan karena hamparan lahan yang tersedia lebih 10 ribu hektare. Upaya pengembangan perkebunan komoditi ini dimaksudkan untuk mengangkat martabat masyarakat kurang mampu daerah ini, tambah Faisal yang dekat dengan petani sawit itu.

Pemko Subulussalam yang baru melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan memiliki lima Kecamatan itu mengundang investor untuk mengembangkan industri perkebunan kelapa sawit seperti membangun pabrik minyak goreng dan aneka kebutuhan masyarakat lainnya.Selain itu, kami juga membuka diri bagi penanam investasi industri pertanian sesuai dengan kondisi alam kota ini,? kata Faisal sambil menambahkan, pengusaha yang berminat menanam modalnya di Subulussalam akan difasilitasi sesuai dengan kewenangan Pemko..

Berbagai potensi yang terdapat di wilayah hukum Pemko Subulussalam

terbuka bagi investor regional dan nasional. Pemko juga mengundang pengusaha untuk membangun berbagai objek wisata di daerah yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Medan tersebut.

Sumber : http://www.waspada.co.id





Atribut Parpol Ganggu Pengguna Jalan

23 01 2009

Banyaknya atribut, terutama bendera partai politik (parpol) yang dipasang di pembatas jalan (median) mulai menimbulkan keluhan warga. Selain merusak keindahan kota, keberadaan bendera yangterkadang tidak dipasang beraturan itu, juga membahayakan pengguna jalan atau pengendara motor.

Kondisi ini membuat Lembaga Analisa dan Advokasi Kebijakan Publik (Landscap) Kota Subulussalam, melayangkan surat kepada pemerintah setempat agar menertibkan pemasangan atribut partai di median jalan

Ketua Landscap, Emir Hamdi SH kepada Serambi Kamis (22/1) mengatakan, pemasangan alat peraga kampanye di tengah-tengah pemisah jalan dapat menghalangi penglihatan pengguna jalan dan merusak estetika dan kebersihan kota ini. “Atribut parpol itu mengganggu pemandangan, bisa terjadi kecelakaan ketika tiangnya roboh ke badan jalan,” kata Emir.

Karena itu, Emir meminta pemerintah setempat segera menertibkan hal itu. Ditegaskan Emir, pemasangan alat peraga di median jalan protokol, terlebih saat ini sedang dalam tarap pengerjaan melanggar UU No. 10 tahun 2008 dan peraturan KPU No. 19 tahun 2008 tentang larangan pemasangan alat peraga kampanye di jalan protokol, gedung milik pemerintah, gedung sekolah, rumah ibadah dan fasilitas umum.

Ditambahkan, pemasangan serupa di tempat warga juga harus mendapat izin pemilik, sementara fasilitas umum yang bisa dijadikan lokasi pemasangan alat peraga kampanye juga harus ditentukan titik lokasinya oleh pemerintah kota. Emir sendiri memahami dengan suasana menjelang pemilu 2009 yang terjadi. Hanya saja, katanya, seharusnya diperhatikan kontestan politik supaya tidak berbuat sembarangan. “Jadi, pemasangan alat peraga kampanye itu harus tertib dan kewajiban pimpinan daerah dan jajarannya untuk menertibkan,” terang Emir.

Sumber : http://www.serambinews.com





APBK Subulussalam Dibahas di Hotel

23 01 2009

Pemko dan DPRK Kota Subulussalam membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Subulussalam tahun 2009, di sebuah hotel. Akibat dari hal ini sorotan muncul dari publik yang menilai pemerintah dan DPRK tidak mempunyai rasa peduli terhadap keuangan daerah yang masih minim.

Terhadap hal ini, pihak eksekutif dan legeslatif beralasan kalau kantor DPRK Subulussalam di Jalan Pertemuan, dinilai kurang efektif untuk membahas anggaran di kantor itu. Pasalnya, gedung sementara DPRK tidak dilengkapi dengan ruang komisi sebagaimana layaknya kantor DPRK. Padahal, pada tahun 2008 lalu, pembahasan APBK setempat dilakukan di gedung sementara. “Karena gedung yang ada tidak memiliki ruangan, sementara waktu pembahasan ini harusnya ada bilik tempat komisi dan dinas terkait jadi ada kesepakatan eksekutif dengan legeslatif untuk menggelar di sini,” kata Sekdakot Subulussalam Anharuddin ketika ditanyai Serambi, Kamis (22/1).

Hal senada disampaikan, Sekwan Mahdi Sos. Ia mengatakan, sebelum pembahasan digelar telah ada pertemuan dengan Pj Walikota Marthin Desky. Dalam pertemuan itu, kata Mahdi, walikota mengarahkan supaya pembahasan APBK di sana digelar di hotel terkait lantaran gedung yang ada kurang layak. “Intinya, karena gedung DPRK sementara di sana kurang layak, bayangkan saja, satu ruangan dibagi empat komisi jadi kurang nyaman kalau menggunakan pengeras suara.”

Ia menambahkan, sidang pembahasan APBK di hotel itu hanya tiga hari dan akan berakhir pada hari ini, Kamis (23/1). Paripurna akan digelar di gedung dewan yang berlokasi di Jalan Pertemuan, Subulussalam Utara. Ia mengatakan tidak ada pemborosan anggaran dalam kegiatan tersebut lantaran tempat tidak disewa namun dihitung biaya makan dan minum. Dikatakan, biaya makan minum seorang peserta senilai Rp. 175.000. “Tempat tidak kita sewa cuma biaya makan dan minum,” terangnya.

Menanggapi hal ini, Syahyuril, seorang anggota DPRK membenarkan adanya kesepakatan antara pihak pemko dengan dewan terkait pembahasan anggaran di hotel. Namun berdasarkan pantauan harapan tersebut tidak tercapai. Pasalnya, meskipun digelar di tempat yang representatif namun sidang pembahasan APBK yang jadwalnya pukul 09.00 WIB molor lantaran hingga pukul 09.49 WIB, hanya ada beberapa anggota dewan yang hadir. Menurut informasi, pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2009 juga dilaksanakan di hotel tersebut.

Sumber : http://www.serambinews.com

———————–

Gedung DPRK Tak Berkamar, RAPBK Dibahas Di Hotel

Alasan ketiadaan kamar pada gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Subulussalam, Pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (RAPBK) Subulussalam 2009 dilaksanakan di Grand Mitra Subulussalam Hotel. Fakta ini nyaris mengundang tanya sejumlah kalangan.

Menjawab wartawan terkait pemanfaatan hotel sebagai alternatif pengganti itu, Sekwan Mahdi, S.Sos di Grand Mitra saat berlangsungnya sidang di sana mengatakan, selain kamar untuk sidang bagi tiga komisi di DPRK tidak ada, juga didukung arahan Pj. Walikota Subulussalam Marthin Desky agar sidang komisi digelar di hotel berbintang itu. “Kita diarahkan ke hotel ini karena gedung DPRK kurang layak,” tutur Mahdi tadi siang.

Terkait sidang-sidang serupa sebelum adanya hotel berbintang itu di sana, Mahdi memastikan digunakan apa adanya di gedung DPRK. “Memang tidak efektif, apalagi masing-masing komisi pakai pengeras suara,” tandas Mahdi menambahkan, meskipun sidang digelar di hotel itu pihaknya tidak menyewa gedung dan tidak ada unsur terlibat yang menginap di sana.

Dikatakan, anggaran Setwan yang digunakan hanya sebesar Rp175 ribu/orang, khusus untuk makan minum dan diperkirakan hanya menelan biaya senilai Rp22 juta.

Pembahasan RAPBK yang berlangsung tiga hari itu, (Rabu-Jumat-red), menurut Mahdi melibatkan 31 satuan kerja perangkat daerah (SKPD), yang setiap harinya diikuti 12 SKPD/Badan. Namun untuk sidang paripurna, sebut Mahdi, tetap akan dilaksanakan di gedung DPRK Subulussalam.

Hal senada dikatakan Siti Ansari Bancin, Wakil Ketua DPRK Subulussalam kepada Waspada, Kamis lalu. Diakui, pemanfaatan hotel berbintang itu sebagai tempat sidang komisi pembahasan RAPBK Subulussalam 2009 hanya karena kekuranglayakan gedung DPRK Subulussalam.

Sumber : http://www.waspada.co.id





MK : Sabit Pemenang Pilkada Subulussalam

21 01 2009

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan sah Keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam yang menetapkan pasangan Merah Sakti, SH – H. Affan Alfian, SE sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Subulussalam periode 2008-2013, dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) putaran kedua 15 Desember 2008 silam.

Putusan MK tentang sengketa Pilkada Subulussalam tersebut dibacakan secara bergantian oleh delapan hakim konstitusi yang diketuai Moh. Mahfud MD, Selasa (20/1) di Ruang Sidang Utama MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta

Sengketa Pilkada Subulussalam diajukan pasangan H. Asmauddin dan Salmaza (Assalam) ke MK yang keberatan atas Keputusan KIP Subulussalam yang menetapkan kemenangan pasangan Merah Sakti-Affan Alfian. Rekapitulasi hasil penghitungan suara yang dikeluarkan KP Subulussalam menyatakan pasangan Merah Sakti-Affan Alfian meraih 14.922 suara, sementara pasangan Asmauddin-Salmaza meraih 14.729, terpaut tipis 193 suara atau 0,34%. Suara sah 293651 dan suara tidak sah 634 suara.

Assalam melayangkan gugatan karena merasa ada penyimpangan, meliputi; penggelembungan suara, penggandaan jumlah pemilih di beberapa tempat pemungutan suara (TPS), pendistribusian surat undangan pemilihan oleh tim sukses, masuknya pemilih “siluman” yang tidak terdafatar dalam daftar pemilihan tetap, temuan beberapa kotak suara yang kosong dan lain-lain.

Tapi MK dalam putusannya menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya, dan menyatakan sah Keputusan KIP Subulussalam No. 35 Tahun 2008 tanggal 23 Desember 2009 tentang Penetapan Pasangan Calon Walikota/Wakil Walikota Terpilih pada Pilkada Kota Subulussalam Tahun 2008.

Menanggapi putusan MK, Kuasa Hukum KIP Kota Subulussalam Zaini Djalil SH menyatakan putusan MK jangan diartikan sebagai putusan kalah dan menang. “Ini merupakan proses hukm untuk dapat memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang kurang puas terhadap hasil Pilkada Subulussalam. Keptusan ini memberi legalitas lebih kuat kepada Walikota dan Wakil Walikota terpilih untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai kepala daerah. Semua pihak harus menerima keputusan ini dengan lapang dada, “ ujar Zaini Djalil kepada Serambi seusai persidangan.

Sumber : serambinews.com

————————–

PELANGGARAN PEMILUKADA KOTA SUBULUSSALAM TAK BERSIFAT TERSTRUKTUR DAN MASIF

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, meskipun terjadi pelanggaran-pelanggaran administratif dan yang bersifat pidana dalam Pemilukada Kota Subulussalam, akan tetapi pelanggaran tersebut tidak terbukti bersifat terstruktur dan masif. Hal tersebut dinyatakan dalam sidang pengucapan putusan perkara 65/PHPU.D-VI/2008, Selasa, (18/1) di Ruang Sidang MK.

Lebih lanjut menurut MK pula, pelanggaran tersebut berpengaruh terhadap perolehan suara akan tetapi tidak cukup untuk mengubah peringkat perolehan suara. Dengan demikian, MK menolak permohonan Asmauddin dan Salmaza (Pasangan Calon Nomor Urut 5) untuk seluruhnya.

Asmauddin dan Salmaza (Pemohon) mengajukan keberatan kepada MK atas Keputusan Komisi Independen Pemilu (KIP) Kota Subulussalam Nomor 35 Tahun 2008 bertanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Pasangan Calon Walikota/Wakil Walikota Terpilih dan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Subulussalam tanggal 18 Desember 2008, yang menetapkan perolehan suara Pasangan Calon Nomor Urut 1 sejumlah 14.922 suara sedang Pasangan Calon Nomor Urut 5 (Pemohon) hanya memperoleh 14.729 suara. Hasil tersebut ditolak oleh Pemohon karena ada dugaan penggelembungan 873 suara pemilih.

Terkait dengan permohonan tersebut, KIP Kota Subulussalam (Termohon) berpendapat, Pasal 74 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagai lex specialis masih berlaku, sehingga sengketa  menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA) dan bukan kewenangan MK. Pasal 74 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh berbunyi, ”Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan oleh Pasangan Calon Kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah hasil pemilihan ditetapkan.”

Menurut MK, pendapat Termohon yang menyatakan bahwa Pasal 74 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh disebut sebagai lex specialis tidaklah tepat, karena meskipun Pemerintahan Aceh mengenal dan memuat hal-hal khusus yang bersifat istimewa, tetapi ketentuan tersebut bukan merupakan salah satu sifat keistimewaan. “Substansi pasal tersebut tidak berbeda dengan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebelum diubah,” ujar Hakim Konstitusi Akil Mochtar.

Lebih lanjut, jelas Akil, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang mengalihkan kewenangan untuk menangani sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah oleh MA ke MK.

Mengenai subtansi perkara, MK menilai, dari keseluruhan fakta-fakta hukum sebagaimana diuraikan saksi-saksi dan dihubungkan dengan bukti-bukti surat yang relevan, memang terdapat pelanggaran-pelanggaran administratif dan pelanggaran yang bersifat pidana. “Akan tetapi jumlah suara yang didapat dari hasil pelanggaran tersebut yang dipandang sebagai perolehan yang tidak sah oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1, oleh Mahkamah, dipandang tidak terbukti secara sah dan meyakinkan atas keseluruhan jumlah penggelembungan suara sebagaimana yang didalilkan,” kata Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.

Adapun terhadap pelanggaran-pelanggaran yang bersifat pidana, menurut MK, hal tersebut merupakan ranah Panwaslu untuk menindaklanjutinya. “Meskipun terjadi pelanggaran-pelanggaran administratif dan yang bersifat pidana dalam Pemilukada, akan tetapi pelanggaran tersebut tidak terbukti bersifat terstruktur dan masif. Pelanggaran tersebut berpengaruh terhadap perolehan suara, akan tetapi tidak cukup untuk mengubah peringkat perolehan suara sebagaimana ditetapkan oleh KIP Kota Subulussalam,” tegas Ketua MK, Moh. Mahfud MD, membacakan Konklusi Putusan.

Sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id